Bundak Bertandang.
Sebatas 'tuk bertamu, seutas tali terputus
Usai angin berhembus, tak ada waktu bertemu
Mudah berjabat tangan tanpa harap diingat
Semua telah pergi, apalagi yang terikat
Janji menenggak racun dan rajin merawat luka
Arak mendung berjalan rapi di depan muka
Aral yang membendung, jalan tanpa mata terbuka
Tiap kali tersandung persetan Tuhan yang murka
Hanya saat semua yang datang tak ada lagi
Payah mengingat membenci datangnya pagi
Upaya yang ditempuh di tiap jalan panjang
Memilih sepi hanya mati sebagai pencundang
Lupakan nisan yang kau peluk saban malam
Terampil merakit sedih, sediakah 'tuk mampir
Sirami hasrat di tengah sunyinya makam
Kenangan terarsip yang menjadi pesan terakhir
Bayang setinggi badan tak sampai di lain pandang
Padanan dengan paras kilaunya bukan sepasang
Sepanjang jalan pulang tiada tempat berbenah
Hanya ada kursi tunggu yang separuhnya telah berkarat
Beranjak sadar jauh hari sebelum mati
Berdoa menutup mata seperti telah diberkati
Mengumpat dengan lirih karena tak lagi sehilir
Selurus apa dicoba sekian cara tak dianggap penting
Benih yang ditabur berupa kutukan hidup
Apa yang dituai tak lebih dari segenggam pilu
Ling-lung yang dibelai datangnya dengan tulus
Usai sulut amarah menjadi kobaran biru
Genting yang terpasang berair karena tiris
Tirai yang bergantung berdebu di lain hari
Haruskah beri pagar dengan mawar berduri
Jika tangan yang digenggam tetap dapat melukai
Usai angin berhembus, tak ada waktu bertemu
Mudah berjabat tangan tanpa harap diingat
Semua telah pergi, apalagi yang terikat
Janji menenggak racun dan rajin merawat luka
Arak mendung berjalan rapi di depan muka
Aral yang membendung, jalan tanpa mata terbuka
Tiap kali tersandung persetan Tuhan yang murka
Hanya saat semua yang datang tak ada lagi
Payah mengingat membenci datangnya pagi
Upaya yang ditempuh di tiap jalan panjang
Memilih sepi hanya mati sebagai pencundang
Lupakan nisan yang kau peluk saban malam
Terampil merakit sedih, sediakah 'tuk mampir
Sirami hasrat di tengah sunyinya makam
Kenangan terarsip yang menjadi pesan terakhir
Bayang setinggi badan tak sampai di lain pandang
Padanan dengan paras kilaunya bukan sepasang
Sepanjang jalan pulang tiada tempat berbenah
Hanya ada kursi tunggu yang separuhnya telah berkarat
Beranjak sadar jauh hari sebelum mati
Berdoa menutup mata seperti telah diberkati
Mengumpat dengan lirih karena tak lagi sehilir
Selurus apa dicoba sekian cara tak dianggap penting
Benih yang ditabur berupa kutukan hidup
Apa yang dituai tak lebih dari segenggam pilu
Ling-lung yang dibelai datangnya dengan tulus
Usai sulut amarah menjadi kobaran biru
Genting yang terpasang berair karena tiris
Tirai yang bergantung berdebu di lain hari
Haruskah beri pagar dengan mawar berduri
Jika tangan yang digenggam tetap dapat melukai
Credits
Writer(s): Fadly Dano
Lyrics powered by www.musixmatch.com
Link
© 2024 All rights reserved. Rockol.com S.r.l. Website image policy
Rockol
- Rockol only uses images and photos made available for promotional purposes (“for press use”) by record companies, artist managements and p.r. agencies.
- Said images are used to exert a right to report and a finality of the criticism, in a degraded mode compliant to copyright laws, and exclusively inclosed in our own informative content.
- Only non-exclusive images addressed to newspaper use and, in general, copyright-free are accepted.
- Live photos are published when licensed by photographers whose copyright is quoted.
- Rockol is available to pay the right holder a fair fee should a published image’s author be unknown at the time of publishing.
Feedback
Please immediately report the presence of images possibly not compliant with the above cases so as to quickly verify an improper use: where confirmed, we would immediately proceed to their removal.